Sabtu, 30 Juni 2012

Ria dengan Makalah Intelektual


METODELOGI PENGEMBANGAN INTELEKTUAL
“PERKEMBANGAN INTELEKTUAL”
Dosen pembina :
Dr. I Gede Meter, M. Pd
Description: C:\Users\user\Documents\logoHtmPutih.jpg

Oleh:
RIA YULIANA
(1111061033/D-2/15)

S1 PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
DENPASAR
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai  tugas mata kuliah Metodelogi Pengembangan Intelekual dengan judul “PERKEMBANGAN INTELEKTUAL”. Terima kasih saya ucapkan kepada, Bapak Dr. I Gede Meter, M.Pd selaku dosen mata kuliah yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya makalah ini.
Demikianlah makalah ini saya susun, semoga bermanfaat, jika dalam makalah ini ada kesalahan saya mohon maaf, di lain kesempatan saya akan membuat makalah ini dengan lebih baik lagi.


Denpasar,  1 Maret 2012        
                                                                                               
Penulis





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1  Latar Belakang...........................................................................1
1.2  Rumusan Masalah......................................................................2
1.3  Tujuan       ..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
                        2.1 Hubungan Intelektual dengan Tingkah Laku.............................3
                        2.2 Karakteristik Perkembangan Intelektual....................................4
                        2.3 Aspek-Aspek Perkembagan Intelektual.....................................7
                        2.4 Tahap-Tahap Perkembangan Intelektual..................................11
                        2.5Faktor-Faktor yang Mempengaruhu Intelektual.......................14
BAB IV PENUTUP.............................................................................................15
                        3.1Simpulan...................................................................................15
                        3.2 Saran.........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
Setiap individu memiliki otak yang digunakan untuk berpikir. Berpikir itu merupakan gabungan antara kecerdasan, intelektual, dan intelegensi. Semua itu adalah satu kesatuan yang saling terkait.
Anak ialah sesosok individu kecil. Di mana kecerdasannya berkembang pada masa golden years. Pada masa tersebut akan terjadi hubungan antara sel-sel saraf. Baik kuantitas dan kualitas sambungan ini menentukan kecerdasan anak. Anak berpikir dengan menggunakan inteleknya. Kemampuan intelegensilah yang menentukan cepat atau tidaknya suatu tugas atau masalah dapat terselesaikan. Kecerdasan setiap anak berbeda-beda, bahkan anak kembar yang genetisnya sama memiliki kecerdasan yang berbeda.
Kecerdasan memiliki manfaat yang besar bagi diri setiap anak dan bagi pergaulannya di masyarakat. Karena dengan tingkat kecerdasan yang tinggi seseorang akan semakin dihargai di lingkungannya, apalagi ia mampu berkiprah dan dapat menciptakan hal-hal yang baru.
Baik kecerdasan, intelektual, dan intelegensi dari setiap anak harus selalu dikembangkan. Karena anak harus menjadi anak-anak yang sukses dan cerdas. Jadi, semua itu harus diasah untuk memperoleh kecerdasan yang maksimal. Peran orang tua, guru, dan masyarakat sangatlah penting dalam perkembnagan kecerdasan anak.  


1.2  Rumusan Masalah
1.2.1     Bagaimana hubungan intelektual dengan tingkah laku?
1.2.2     Apa saja karakteristik perkembangan intelektual?
1.2.3     Apa saja aspek-aspek perkembangan intelektual?
1.2.4     Apa saja tahap-tahap perkembangan intelektual?
1.2.5    Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intelektual?
1.3  Tujuan Masalah
1.3.1     Agar dapat mengetahui hubungan intelektual dengan tingkah laku.
1.3.2     Agar dapat mengetahui karakteristik perkembangan intelektual.
1.3.3     Agar dapat mengetahui aspek-aspek perkembangan intelektual.
1.3.4     Agar dapat mengetahui tahap-tahap perkembangan intelektual.
1.3.5 Agar dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Hubungan Intelektual dengan Tingkah Laku
Inteligensi menurut Piaget merupakan “pernyataan dari tingkah laku adaptif yang terarah kepada kontak dengan lingkungan dan kepada penyusunan pemikiran” (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2011:30). Beliau memposisikan subjek sebagai pihak yang aktif dalam interaksi adaptif antara organisme atau terjadi hubungan dialektis antara organisme dengan lingkungannya. Sebab, organisme tidak dapat lepas dari lingkungannya dan juga tidak semacam penerima yang pasif. Interaksi antara organisme dengan lingkungannya lebih bersifat interaksi timbal balik. Hanya dalam bentuk interaksinya juga, setiap perubahan tingkah laku adalah hasil dari dialektis pengaruh timbal balik antara organisme dengan lingkungannya. Karena pandangannya tersebut, intelektual atau kognitif disebut dengan teori interaksionisme.
Intelektual sebagai bentuk khusus dari penyesuaian organisme baru dapat diketahui melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Organisme sebagai suatu sistem dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena kemampuan mengakomodasi struktur kognitifnya sehingga objek yang baru itu dapat ditangkap dan dipahami. Asimilasi ialah suatu proses individu memasukkan dan menggabungkan pengalaman-pengalaman dengan struktur psikologis yang telah ada pada diri individu. Struktur psikologis dalam diri individu ini disebut skema yaitu kerangka mental individu yang digunakan untuk menafsirkan segala sesuatu yang dilihat atau didengar. Skema mampu menyusun pengamatan-pengamatan dan tingkah laku sehingga terjadi suatu rangkaian tindakan fisik dan mental untuk dapat memahami lingkungannya.
Perkembangan selama kurun waktu tertentu dalam berbagai pengalaman baru sudah tidak sesuai lagi dengan struktur psikologis individu dan tidak dapat diasimilasikan ke dalam skema-skema yang telah ada. Jadi, skema harus diperluas, diubah, dan disesuaikan dengan fakta-fakta yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman baru. Proses penyesuaian skema dengan fakta-fakta yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman baru disebut dengan akomodasi.
2.2 Karakteristik Perkembangan Intelektual
Adapun karakteristik perkembangan intelektual (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2011:31-33) yaitu sebagai berikut:
1.  Karakteristik Tahap Sensori-Motoris
Tahap sensori-motoris ditandai dengan karakteristik menonjol yaitu:
a. Segala tindakannya masih bersifat naluriah.
b. Aktifitas pengalaman didasarkan terutama pada pengalaman indra.
c. Individu baru mampu melihat dan meresapi pengalaman, tetapi belum mampu untuk mengategorikan pengalaman.
d. Individu mulai belajar menangani objek-objek konkret melalui skema-skema sensoris-motorisnya.
Untuk memperjelas karakteristik tahap sensori-motoris ini yaitu:
1. Fase pertama (0-1 bulan) mempunyai karakteristik sebagai berikut,
a.  Individu mampu bereaksi secara refleks.
b. Individu mampu menggerak-gerakkan anggota badan meskipun belum  terkoordinir.
c. Individu mampu mengasimilasi dan mengakomodasi berbagai pesan yang diterima dari lingkungannya.
2. Fase kedua (1-4 bulan) memiliki karakteristik bahwa, individu mampu memperluas skema yang dimilikinya berdasarkan hereditas.
3. Fase ketiga (4-8 bulan) memiliki karakteristik bahwa, individu mulai dapat memahami hubungan antara perlakuannya terhadap benda dengan akibat yang terjadi pada benda itu.
4. Fase keempat (8-12 bulan) memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Individu mampu memahami bahwa benda tetap ada meskipun untuk sementara waktu hilang dan akan muncul lagi di waktu lain.
b. Individu mampu menentukan tujuan kegiatan tanpa tergantung kepada orang tua.
c. Individu mulai mampu mencoba sesuatu.
5. Fase kelima (12-18 bulan) mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Individu dapat melakukan berbagai percobaan terhadap lingkungannya dengan lebih lancar.
b. Individu mulai mampu untuk meniru.
2.  Karakteristik Tahap Praoprasional
Tahap ini ditandai dengan karakteristik menonjol yaitu sebagai berikut:
a. Individu telah mengombinasikan dan mentransformasikan berbagai informasi.
b. Individu telah mampu mengemukakan alasan-alasan dalam menyatakan ide-ide.
c. Individu telah mengerti dengan adanya hubungan sebab-akibat dalam suatu peristiwa konkret, meskipun logika hubungan sebab-akibat belum tepat.
d. Cara berpikir individu bersifat egosentris ditandai oleh tingkah laku:
1. Berpikir imajinatif.
2. Berbahasa egosentris.
3. Menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi.
4. Perkembangan bahasa bertambah pesat.
3. Karakteristik Tahap Operasional Konkret
 Tahap ini ditandai dengan karakteristik menonjol bahwa segala sesuatu dipahami sebagaimana kenyataan yang mereka alami. Jadi, cara berpikir individu belum menangkap yang abstrak, meskipun cara berpikirnya sudah tampak sistematis dan logis. Dalam memahami konsep, individu sangat terikat kepada proses mengalami sendiri. Artinya, individu mudah memahami konsep kalau mengerti konsep itu dapat diamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan konsep tersebut.
4.  Karakteristik Tahap Operasional Formal
Tahap ini ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai berikut:
a. Individu dapat mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi.
b.  Individu mulai mampu berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak.
c. Individu mulai mampu memecahkan problem yang bersifat hipotesis.
d. Individu mulai mampu membuat perkiraan (forecasting) di masa depan.
e. Individu mulai mampu untuk mengintrospeksi diri sendiri sehingga kesadaran diri sendiri tercapai.
f. Individu mulai mampu membayangkan peranan-peranan yang akan diperankan sebagai orang dewasa.
g. Individu mulai mampu untuk menyadari diri mempertahankan kepentingan masyarakat di lingkungannya dan seseorang dalam masyarakat tersebut.
2.3  Aspek-Aspek Perkembangan Intelektual
Piaget (Massofa, 2008) memaparkan beberapa aspek yaitu:
1. Perkembangan Kognitif
Anak usia antara 5-7 tahun memasuki tahap operasi konkret yaitu, pada waktu anak dapat berpikir secara logis mengenai segala sesuatu.
            2. Berpikir Operasional
Anak-anak dapat berpikir secara operasional. Mereka dapat mempergunakan berbagai simbol, melakukan berbagai bentuk operasional, yaitu kemampuan aktivitas mental sebagai kebalikan dari aktivitas jasmani yang merupakan dasar untuk mulai berpikir dalam aktivitasnya. Walaupun anak-anak yang praoperasional dapat membuat pernyataan mental tentang obyek dan kejadian-kejadian sekelipun tidak dapat dalam seketika, cara belajar mereka masih terikat pada pengalaman fisik. Anak-anak yang ada pada tahap operasional konkret lebih baik daripada anak-anak yang praoperasioial dalam mengadakan klasifikasi, bekerja dengan angka-angka. Kemudian dapat mengetahui konsep-konsep waktu dan ruang,
dapat membedakan antara kenyataan dengan hal-hal yang bersifat fantasi.
Karena pada dewasa ini anak-anak berkurang sifat egoisnya, dan pada tahapan operasi konkret lebih bersifat kritis mereka lebih banyak dapat mempertimbangkan suatu situasi daripada hanya memfokuskan pada suatu aspek, sebagairnana yang mereka lakukan pada praoperasiorial. Mereka sadar bahwa pada umumnya berbagai operasi fisik dapat diganti. Peningkatan kemapanan mereka untuk mengeni terhadap orang lain dapat mendorong untuk berkomunikasi lebih efektif dan dapat berpikir lebih fleksibel. Akan tetapi anak-anak usia sekolah lebih dapat berpikir secara logik daripada waktu mereka masih muda, cara berpikir mereka’masih terikat pada kenyataan atau kejadian pada waktu sekarang, artinya terikat pada suatu hal yang sedang mereka hadapi.
Menurut Piaget kordisi semacam ini berlaku jampai pada tahap berbagai operasi formal, di mana biasanya sampai pada tahap remaja, anak-anak mampu berpikir secara abstrak, tes hipotesis, dan mengerti tentang kemungkinan (probabilitas).
3.Konservasi
Konservasi adalah kemampuan untuk mengenal atau mengetahui bahwa dua bilangan yang sama akan tetap sama dalam substansi berat atau volume selama tidak ditambah atau dikurangi.
Dalam suatu tugas konservasi tertentu, Stay menunjukkan dua bola. Dia setuju bahwa bola tersebut memang sama. Dia mengatakan bahwa substansi konservasi tersebut sekalipun bola yang satu digelindingkan, keadaannya tetap tidak berubah, artinya jumlah bola tersebut tetap sama. Dalam konservasi berat, dia juga mengetahui bahwa berat bola tersebut tetap sama sekalipun dipanaskan, demikian pula apabila bola tersebut dimasukkan ke air.
Anak-anak mengembangkan perbedaan berbagai tipe dan konservasi dalam waktu yang berbeda. Pada usia 6 atau 7 tahun mereka dapat mengkonservasi substansi pada usia 9 atau 10 rr.ampu mengkonservasi berat dan pada usia 11 atau 12 mengkonservasi volume. Pada dasarnya ketiga jenis konservasi tersebut adalah identik, akan tetapi anak-anak belum mampu mentransfer apa yang mereka telah pelajari yaitu mengkonservasi satu tipe kepada bentuk lain yang berbeda. Dalam hubungan ini kita dapat melihat bahwa, berbagai alasan anak-anak tersebut tetap sarna dalam tahap konkret. Sebab kondisi tersebut masih tetap terikat pada situasi tertentu sehingga anak tidak dapat mengaplikasikan operasi dasar mental yang sama pada situasi yang berlainan.
4. Konservasi Dikembangkan
Pada umumnya anak-anak bergerak dengan melalui tiga tahapan dalam menguasai konservasi sebagaimana dikemukakan di atas. Pada tahap pertama, anak-anak praoperasional gagal mengkonservasi. Mereka memusatkan perhatian pada suatu aspek dalam situasi tertentu. Mereka belum mengerti bahwa tempat prnyimpanan bola dapat di isi dengan bola lebih dari satu. Sebab anak-anak praoperasional tidak mengerti tentnng konsep perubahan, mereka tidak mengetahui dan tidak mengerti bahwa, mereka dapat merubah sesuatu, misalnya dengan menggerakkan suatu benda (bola) tanpa merubah bentuknya.
Pada tahap kedua, anak-anak kembali pada kondisi bahwa kadang-kadang mengadakan konservasi namun kadang-kadang tidak melakukannya. Mereka lebih banyak memperhatikan berbagai hal dan tidak terpaku pada satu aspek saja dalam situasi tertentu, seperti berat, lebar, panjang, dan tebal akan tetapi mereka gagal mengetahui sebagaimana berbagai dimensi tersebut berhubungan satu sama lain.
Pada tahap ketiga, yaitu tahap terakhir, anak-anak dapat mengkonservasi dan dapat memberikan alasan secara logis atas jawaban yang mereka berikan. Alasan-alasan tersebut mengacu pada perubahan, identitas, atau kompensasi. Jadi, anak-anak pada opernsional konkret menunjukkan suatu kualitas kognitif lebih lanjut daripada anak-anak praoperasional. Mereka dapat berpikir lebih luas dan peduli pada berbagai transformasi yang hanya merupakan persepsi. Piaget menekankan bahwa perkembangan kemampuan anak-anak untuk mengkonservasi akan lebih baik apabila secara nalar telah cukup matang dan konservasi hanya sedikit sekali dapat dipengaruhi oleh pengalaman. Sekalipun demikian terdapat faktor-faktor lain dari kematangan yang dapat mempengaruhi konservasi. Anak-anak yang belajar konservasi sejak dini akan mampu mencapai tingkat yang lebih dalam hal IQ, kemampuan verbal dan tidak didominasi oleh ibunya.
2.4 Tahap-Tahap Perkembangan Intelektual              
1. Tahap Sensori-Motoris (0-2 Tahun)
Kecenderungan-kecenderungan sensori-motoris yang sangat jelas. Segala perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan tahap tersebut. Menurut Peaget (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2011:28), “pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya”. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungan termasuk dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasi tindakan-tindakannya.
2. Tahap Praoprasional (2-7 Tahun)
Tahap ini disebut dengan tahap intuisi, sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsur perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitar.
Pada tahap ini, menurut Piaget (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2011:28), “anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan orang tuanya”. Dalam berinteraksi dengan orang lain, anak cenderung sulit untuk dapat memahami pandangan orang lain dan lebih banyak mengutamakan pandangannya sendiri. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, ia masih sulit membaca kesempatan atau kemungkinan-kemungkinan karena masih beranggapan bahwa, hanya ada satu kebenaran atau peristiwa dalam setiap situasi.
Pada tahap ini, anak tidak selalu ditentukan pengamatan indrawi saja, tetapi pada intuisi. Anak mampu menyimpan kata-kata serta menggunakannya, terutama yang berhubungan erat dengan kebutuhan mereka. Pada masa ini anak siap untuk belajar bahasa, membaca dan menyanyi. Ketika kita menggunakan bahasa yang benar untuk berbicara pada anak, maka akan berakibat baik pada perkembangan bahasanya. Cara belajar yang memegang peran pada tahap ini ialah intuisi. Intuisi membebaskan mereka dari berbicara semaunya tanpa menghiraukan pengalaman konkret dan paksaan dari luar. Sering kita lihat anak berbicara sendiri dengan benda-benda yang ada di sekitarnya, misalnya: pohon , kucing, boneka, dan lain-lain. Peristiwa semacam ini baik untuk melatih diri anak menggunakan kekayaan bahasanya. Tahap ini disebut sebagai collective monologue, pembicara yang egosentris dan sedikit hubungan dengan orang lain.
3. Tahap Operasional Konkret (7-11 Tahun)
Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Piaget (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2011:29) bahwa, “interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tuanya sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang”. Anak sudah dapat mengamati, menimbang, mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif.
Pada tahap ini, anak juga sudah mulai memahami hubungan fungisional karena mereka sudah menguji coba suatu permasalahan. Cara berpikir anak yang masih bersifat konkret menyebabkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi tentang sesuatu yang konkret. Di sini sering terjadi kesulitan antara orang tua dan guru. Contohnya, orang tua ingin menolong anak mengerjakan pekerjaan rumah, tetapi memakai cara yang berbeda dengan cara yang dipakai oleh guru  sehingga anak tidak setuju. Sementara seringkali anak lebih percaya terhadap apa yang dikatakan oleh gurunya ketimbang orang tuanya. Akibatnya, kedua cara tersebut baik yang diberikan oleh guru maupun orang tuanya sama-sama tidak dimengerti oleh anak.
4. Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas)
Pada tahap ini, anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya. Piaget (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2011:29) menyatakan bahwa, “interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas, menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa”. Kondisi seperti ini tidak jarang menimbulkan masalah dalam interaksinya dengan orang tua. Namun, sebenarnya secara diam-diam mereka juga masih mengharapkan perlindungan dari orang tua karena belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Jadi, paada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Karena pada tahap ini anak sudah mulai mampu mengembangkan pikiran formalnya, mereka juga mulai mampu mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi. Arti simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka pada sutu kegiatan, akan lebih memberikan akibat yang positif bagi perkembangan kognitifnya. Misalnya, lomba karya ilmiah, menulis puisi, menulis cerpen, dan sebagainya.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intelektual
1. Faktor Hereditas atau Pembawa
Faktor pembawa, di mana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Jadi, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali. Meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2. Faktor Lingkungan
a. Keluarga
Disini keluarga yaitu orang tua ialah orang pertama yang memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Contohnya, memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Memberi kesempatan atau pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orang tua.
b. Sekolah
Merupakan lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan anak termasuk perkembangan berpikirnya. Disini, peran guru sangat diperlukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Menciptakan hubungan atau interaksi dengan peserta didik. Dengan adanya interaksi tersebut, secara psikologis peserta didik akan merasa aman dan nyaman, sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat dikonsultasikan dengan guru mereka.
2. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan intelektual anak. Membawa para peserta didik ke objek-objek tertentu, seperti objek budaya dan ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan intelektual peserta didik.
3. Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berpikir peserta didik. Sebab jika peserta didik terganggu secara fisik, perkembangan akan terganggu.
4. Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan ide-idenya. Hal ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelektual peserta didik.
3. Faktor Minat dan Pembawaan yang khas
Di mana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. “Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk lebih giat dan lebih baik” (H. Djaali, 2011:74).
4. Faktor pembentukan
Di mana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang tidak disengaja, misalnya pengaruh alam di sekitarnya.
5. Faktor Kematangan
Di mana setiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh dan berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Jadi, tidak mengherankan bila anak-anak belum mampu mengerjakan soal-soal pelajaran, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuh dan fungsi jiwanya masih belum matang dan kematangan berhubungan dengan umur.
6. Faktor Kebebasan
Di sini manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.












BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1 Hubungan intelektual dengan tingkah laku yaitu terjadi interaksi atau komunikasi antara individu dengan lingkungannya, sehingga akan terjadi hubungan timbal balik. Melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
3.1.2 Karakteristik perkembangan intelektual yaitu berdasarkan tahap-tahap perkembangan intelektual yang memiliki karakteristik tersendiri seperti sensori motoris, praoperasional, operasional konkret, operasional formal. Sebagai perwujudan kemampuan intelek individu sesuai perkembnagannya.
3.1.3 Aspek-aspek perkembangan intelektual yaitu berpikir kognitif, berpikir operasional, konservasi, dan mengembangkan konservasi.
3.1.4 Tahap-tahap perkembangan intelektual yaitu sensori motoris, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal.
3.1.5 Faktor-faktor perkembangan intelektual yaitu hereditas atau keturunan, lingkungan (keluarga dan sekolah), pembentukan pembawaan yang khas, dan kematangan.
3.2 Saran
Kita sebagai guru PAUD, harus dapat mengetahui segala sesuatunya tentang intelektual. Karena supaya kita dapat memantau selalu perkembangan intelegensi yang dialami anak-anak didik kita.



DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad dan Muhammad Asrori. 2011. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
Djaali, H. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.